DISKRIMINASI
DALAM PEMBERIAN
HAK MAKAN PEKERJA
Bisa Berdampak
Pada Pencabutan Perijinan
WKPNews, pada dasarnya, setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari
pengusaha. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(“UU Ketenagakerjaan”).
Dasar Hukum :
Dasar Hukum :
1.
Berdasarkan Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 6 tentang ketenagakerjaan berbunyi :
“Setiap pekerja / buruh berhak
memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.”
2.
Keputusan Menteri Tenaga
kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:Kep.224 /Men/2003 Tentang
Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja / Buruh Perempuan Pasal 3 dan Pasal
4.
Pasal
3
(1)
Makan dan minum yang
bergizi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (1) huruf a
sekurang-kurangnya memenuhi 1.400 kalori dan diberikan pada waktu istrahat
antara jam kerja .
(2)
Makan dan minum tidak dapat
diganti oleh uang.
(1)
Penyediaan makan dan minum,
peralatan, dan ruang makan harus layak serta memenuhi syarat higiene dan
sanitasi.
(2)
Penyajian menu makan dan
minum yang diberikan kepada pekerja/buruh harus secara bervariasi.
3.
Berdasarkan PKB Periode
2012 s.d 2014 pada Bab I Pasal 6 ayat 8 perihal Hak Pekerja, berbunyi:
”Pekerja berhak menerima upah atau fasilitas lain
sesuai ketentuan yang berlaku di PERTAMEDIKA”.
Dalam hal ini secara umum pemerintah telah memberikan Penjelasan Pasal 6 UU
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengusaha harus memberikan hak dan
kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna
kulit, dan aliran politik.
Pemerintah juga telah
mengeluarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor: SE.60/MEN/SJ-HK/II/2006 Panduan Kesempatan Dan Perlakuan Yang
Sama Dalam Pekerjaan Di Indonesia (Equal Employment Opportunity).
Dalam sebuah pemaparan mengenai panduan yang kami akses dari laman resmi International Labour Organization dikatakan bahwa
kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan yang selanjutnya dapat
disebut Equal Employment Opportunity (EEO) mencakup segala kebijakan
termasuk pelaksanaannya yang bertujuan untuk penghapusan diskriminasi di dunia
kerja.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa
EEO meliputi (Ibid, hal. 10):
a.
Perlakuan yang adil. EEO merupakan instrumen bagi setiap pekerja/buruh
dan para pencari kerja;
b.
Berdasarkan prestasi. EEO dilaksanakan dengan mengacu pada
prestasi kerja seseorang, sehingga para pemberi kerja memperoleh tenaga kerja
sesuai dengan yang disyaratkan;
c.
Instrumen untuk mencapai efisiensi. Dengan pelaksanaan EEO, diharapkan akan tercapai
efisiensi dan efektivitas kerja sehingga meningkatkan produktivitas dan etos
kerja untuk berkompetisi;
d.
Mengikutsertakan pekerja/buruh
secara aktif dan potensial. Kondisi
ini merupakan prasyarat keberhasilan perencanaan pihak perusahaan untuk
mencapai manajemen berkualitas;
e.
Jalan terbaik untuk merencanakan
bisnis. Sesuai
dengan tujuan EEO, dan akan menghilangkan hambatan di tempat kerja untuk
mencapai karier puncak;
f.
Berkaitan dengan semua aspek dalam
dunia kerja. Termasuk rekrutmen tenaga kerja,
pemberian pengupahan dan kompensasi, serta pengembangan karier dan kondisi
kerja.
Berdasarkan pada prinsip-prinsip di
atas, setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh haknya
terkait hak makan bagi semua pekerja. Bahwa selama ini hak makan pekerja hanya
diberikan kepada tenaga kerja dokter. Menurut direksi RSPP bahwa hal ini sudah
berlangsung lama dan sudah pernah dibahas didalam periode kepemimpinan
sebelumnya. Namun pembiaran atas diskriminasi ini telah berlangsung begitu
panjang, sehingga pertemuan Bipartit pada tahun 2010 lalu pun tidak pernah
direalisasikan. Alhasil hingga sekarang ini masalah demi masalah yang berkenaan
dengan masalah industrial akan semakin bertambah mengingat tidak adanya
realisasi hasil kesepakatan Bipartit. Sekiranya berbagai hal yang masih dalam
pertimbangan dan perhitungan manajemen, maka sebagai jalan tengah hendaknya pemberian
hak makan pekerja sebaiknya dihilangkan meskipun hal itu dirasa berat akan tetapi
demi hukum dan keadilan, maka harus ditegakkan.
Dasar
hukum:
Sanksi Pelanggaran Bagi Pemberi
Kerja
Jika perusahaan melakukan tindakan
diskriminasi terhadap pekerjanya, yakni melakukan pelanggaran terhadap Pasal 6
UU Ketenagakerjaan, maka menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi
administratif kepada pengusaha [Pasal 190 ayat (1) UU Ketenagakerjaan].
Adapun sanksi adminisitratif tersebut berupa [Pasal 190 ayat (2) UU
Ketenagakerjaan]:
a. Teguran;
b.
peringatan tertulis;
c.
pembatasan kegiatan usaha;
d.
pembekuan kegiatan usaha;
e.
pembatalan persetujuan;
f.
pembatalan pendaftaran;
g.
penghentian sementara sebagian atau
seluruh alat produksi;
b. Pencabutan
ijin.
Pada dasarnya, dalam hal terjadi
perselisihan dalam hubungan kerja, wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih
dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat [Pasal
3 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (“UU 2/2004”)]. Artinya, pekerja yang
berkeberatan atas perlakuan diskriminasi yang dilakukan oleh pengusaha wajib
merundingkannya secara damai antara pekerja dengan pengusaha. Maka dalam hal
ini WKP telah melakukan Bipartit pada awal tahun ini yang ditindak lanjuti
dengan penyampaian hasil notulen tersebut kepada pihak terkait.
Dalam
kaitannya dengan pemberian hak makan bagi pekerja dalam jam kerja, maka sebagai
tindak lanjut Bipartit yang belum ada tanggapan dari manajemen baik RSPP maupun
ditingkat korporat, maka WKP DPC RSPP akan meneruskan surat tersebut kepada
DISNAKERTRANS sebagai bentuk pelanggaran atas hak-hak pekerja.
Sambil
menunggu hasil keputusan para pihak, maka jika Bipartit lanjutan tidak
membuahkan hasil maka jalan keluarnya adalah melakukan mediasi melalui LKS
Tripartit yaitu WKP Pertamedika, PT.Pertamedika dan Depnakertrans.
[WKPNews@2014]
Referensi:

Tidak ada komentar:
Posting Komentar