"SUKSESKAN RAKERCAB SERIKAT PEKERJA DPC RSPP, 25 S.D 26 OKTOBER 2016 ...............................................................24 NOPEMBER ..................................HUT SERIKAT PEKERJA PERTAMEDIKA KE 16"

Kamis, 01 Mei 2014

DISKRIMINASI YANG MASIH TERSISA



DISKRIMINASI DALAM PEMBERIAN 
HAK MAKAN PEKERJA

Bisa Berdampak Pada Pencabutan Perijinan

WKPNews, pada dasarnya, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).

Dasar Hukum :


1.       Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 6 tentang ketenagakerjaan berbunyi :
“Setiap pekerja / buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari      pengusaha.”
2.       Keputusan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:Kep.224 /Men/2003 Tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja / Buruh Perempuan Pasal 3 dan Pasal 4.

Pasal 3
(1)    Makan dan minum yang bergizi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (1) huruf a sekurang-kurangnya memenuhi 1.400 kalori dan diberikan pada waktu istrahat antara jam kerja .
(2)    Makan dan minum tidak dapat diganti oleh uang.

                                                                            Pasal 4
(1)    Penyediaan makan dan minum, peralatan, dan ruang makan harus layak serta memenuhi syarat higiene dan sanitasi.
(2)    Penyajian menu makan dan minum yang diberikan kepada pekerja/buruh harus secara bervariasi.

3.       Berdasarkan PKB Periode 2012 s.d 2014 pada Bab I Pasal 6 ayat 8 perihal Hak Pekerja, berbunyi:

”Pekerja berhak menerima upah atau fasilitas lain sesuai ketentuan yang berlaku di PERTAMEDIKA”.


Dalam hal ini secara umum pemerintah telah memberikan Penjelasan Pasal 6 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengusaha harus memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.

Pemerintah juga telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: SE.60/MEN/SJ-HK/II/2006 Panduan Kesempatan Dan Perlakuan Yang Sama Dalam Pekerjaan Di Indonesia (Equal Employment Opportunity). Dalam sebuah pemaparan mengenai panduan yang kami akses dari laman resmi International Labour Organization dikatakan bahwa kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan yang selanjutnya dapat disebut Equal Employment Opportunity (EEO) mencakup segala kebijakan termasuk pelaksanaannya yang bertujuan untuk penghapusan diskriminasi di dunia kerja.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa EEO meliputi (Ibid, hal. 10):

a.    Perlakuan yang adil. EEO merupakan instrumen bagi setiap pekerja/buruh dan para pencari kerja;
b.    Berdasarkan prestasi. EEO dilaksanakan dengan mengacu pada prestasi kerja seseorang, sehingga para pemberi kerja memperoleh tenaga kerja sesuai dengan yang disyaratkan;
c.    Instrumen untuk mencapai efisiensi. Dengan pelaksanaan EEO, diharapkan akan tercapai efisiensi dan efektivitas kerja sehingga meningkatkan produktivitas dan etos kerja untuk berkompetisi;
d.    Mengikutsertakan pekerja/buruh secara aktif dan potensial. Kondisi ini merupakan prasyarat keberhasilan perencanaan pihak perusahaan untuk mencapai manajemen berkualitas;
e.    Jalan terbaik untuk merencanakan bisnis. Sesuai dengan tujuan EEO, dan akan menghilangkan hambatan di tempat kerja untuk mencapai karier puncak;
f.     Berkaitan dengan semua aspek dalam dunia kerja. Termasuk rekrutmen tenaga kerja, pemberian pengupahan dan kompensasi, serta pengembangan karier dan kondisi kerja.

Berdasarkan pada prinsip-prinsip di atas, setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh haknya terkait hak makan bagi semua pekerja. Bahwa selama ini hak makan pekerja hanya diberikan kepada tenaga kerja dokter. Menurut direksi RSPP bahwa hal ini sudah berlangsung lama dan sudah pernah dibahas didalam periode kepemimpinan sebelumnya. Namun pembiaran atas diskriminasi ini telah berlangsung begitu panjang, sehingga pertemuan Bipartit pada tahun 2010 lalu pun tidak pernah direalisasikan. Alhasil hingga sekarang ini masalah demi masalah yang berkenaan dengan masalah industrial akan semakin bertambah mengingat tidak adanya realisasi hasil kesepakatan Bipartit. Sekiranya berbagai hal yang masih dalam pertimbangan dan perhitungan manajemen, maka sebagai jalan tengah hendaknya pemberian hak makan pekerja sebaiknya dihilangkan meskipun hal itu dirasa berat akan tetapi demi hukum dan keadilan, maka harus ditegakkan.
                                                               

Dasar hukum:

Sanksi Pelanggaran Bagi Pemberi Kerja 
Jika perusahaan melakukan tindakan diskriminasi terhadap pekerjanya, yakni melakukan pelanggaran terhadap Pasal 6 UU Ketenagakerjaan, maka menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif kepada pengusaha [Pasal 190 ayat (1) UU Ketenagakerjaan]. Adapun sanksi adminisitratif tersebut berupa [Pasal 190 ayat (2) UU Ketenagakerjaan]:

a.    Teguran;
b.    peringatan tertulis;
c.    pembatasan kegiatan usaha;
d.    pembekuan kegiatan usaha;
e.    pembatalan persetujuan;
f.     pembatalan pendaftaran;
g.    penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;

b.    Pencabutan ijin.

Pada dasarnya, dalam hal terjadi perselisihan dalam hubungan kerja, wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat [Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”)]. Artinya, pekerja yang berkeberatan atas perlakuan diskriminasi yang dilakukan oleh pengusaha wajib merundingkannya secara damai antara pekerja dengan pengusaha. Maka dalam hal ini WKP telah melakukan Bipartit pada awal tahun ini yang ditindak lanjuti dengan penyampaian hasil notulen tersebut kepada pihak terkait.

Dalam kaitannya dengan pemberian hak makan bagi pekerja dalam jam kerja, maka sebagai tindak lanjut Bipartit yang belum ada tanggapan dari manajemen baik RSPP maupun ditingkat korporat, maka WKP DPC RSPP akan meneruskan surat tersebut kepada DISNAKERTRANS sebagai bentuk pelanggaran atas hak-hak pekerja.
Sambil menunggu hasil keputusan para pihak, maka jika Bipartit lanjutan tidak membuahkan hasil maka jalan keluarnya adalah melakukan mediasi melalui LKS Tripartit yaitu WKP Pertamedika, PT.Pertamedika dan Depnakertrans.
[WKPNews@2014]



Referensi:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar