"SUKSESKAN RAKERCAB SERIKAT PEKERJA DPC RSPP, 25 S.D 26 OKTOBER 2016 ...............................................................24 NOPEMBER ..................................HUT SERIKAT PEKERJA PERTAMEDIKA KE 16"

Jumat, 05 Desember 2008

Produktivitas Sebagai Slogan, Methode atau Budaya ?



Produktivitas Sebagai Slogan, Methode atau Budaya ?


Sudah hampir 4 bulan RSPP disibukkan dengan ISO 9000-2001. Dan beraneka ragam respon pun bermunculan, ada yang negatif dan ada pula yang positif. Sebenernya untuk apa sih ISO itu? Mungkin pertanyaan yang sama akan muncul dalam hati pembaca sekalian.

Meningkatkan produktivitas yah mungkin itu salah satunya meski masih banyak lagi keuntungan lainnya kata konsulenya dan hal itu bukalahn kapasitas kami untuk membahasnya disini mungkin edisi yang akan datang ada orang TQM yang akan memaparkannya secara gamblang.

Dalam era globalisasi persaingan menjadi kunci bagi suatu perusahaan untuk tetap eksis dalam dunia usahanya tidak terkecuali industry rumah sakit seperti RSPP kita ini. Beraneka ragam cara dilakukan untuk mempertahankan eksistensi tersebut. Sebutlah di RSPP ada Training La prima, ESQ, Out bound, Akreditasi, sertifikasi ISO dan masih banyak lagi. Semua itu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas perusahaannya secara kuantatif, kualitatif dan administrative. dan hasilnya pun menjadi beraneka ragam. Apakah semua itu sudah mencapai titik ekspektasinya?

Produktivitas sering disebut-sebut, namun dilapangan ternyata hal tersebut tidak terjadi.Kita mungkin tahu arti produktivitas tapi terkadang tidak benar-benar memahami maknanya. Kita juga seringkali terjebak bahwa Produktivitas adalah sebatas methode yang harus dilakukan, tanpa benar-benar memahami substansinya. Maka setelah dikaji secara mendalam produktivitas tidaklah hanya sebatas methode tapi berkait dengan sikap dan cara berpikir sehari-hari. Lebih lengkapnya kita sebut sebagai Budaya Produktivitas.

Hal inilah yang menyebabkan perbedaan hasil dari perusahaan/institusi yang menerapkan methode produktivitas. Bagi yang sekadar menerapkan methode produktifitas, maka segala prosedur, sistem, dan susunan organisasi hanyalah sebatas standar yang harus dipenuhi. Tapi orang-orang yang menjalankannya tidak melaksanakannya sepenuh hati karena tidak memahami inti dari produktifitas. Proses yang terjadipun alakadarnya hanya untuk memenuhi standar yang ada. Tidak ada suatu pemikiran, semangat dan cita-cita untuk melakukan yang terbaik.

Lalu apa sebenarnya produktivitas itu? Menurut Dewan Produktivitas Nasional, secara filosofis Produktivitas adalah sikap mental yang memiliki pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan hari depan harus lebih baik dari hariini. Dari hal tersebut inti dari Produktivitas adalah mental untuk melakukan perbaikan secara terus menerus. Seseorang yang produktif akan selalu mengupayakan apa yangdiperbuat secara efektif, efisien dan berkualitas. Yang menjadi patokan bukan bekerja keras namun bagaimana bekerja secara cerdas. Produktivitas juga tidak hanya seberapa besar yang dihasilkan dan seberapa besar hasil yang didapat tapi juga berkait dengan kepuasan untuk memberi yang terbaik dan kepuasan menerima penghargaan yang baik.

Produktivitas tidak hanya berlaku bagi mereka yang bekerja secara operasional dilapangan tapi juga para manajer dan pimpinan. Produktifitas memacu orang untuk berpikir apa yang bisa saya lakukan dan bukan menghindar dari pekerjaan. Produktivitas adalah salah satu bentuk aktualisasi diri sesorang untuk menunjukkan kemapuan danprestasinya.

Setelah kita memahami arti dari Produktivitas maka sekarang saatnya bagi kita untuk membangun budaya Produktif. Apa yang bisa kita lakukan supaya produktifitas tidak hanya sebatas slogan atau methode yang dilakukan. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain :

Pertama adalah membangun awareness pentingnya produktivitas. Dimulai dengan promosi produktivitas baik itu berupa poster, spanduk, bacaan, diskusi, jinggle, film dan sebagainya di tingkat perusahaan/institusi. Dengan promosi ini orang menjadi mengerti apa sebenarnya makna dan isi dari produktifitas itu. Disampaikan pula keuntungan keuntungan apa saja yang didapat dengan adanya budaya produktif. Jadi tidak hanya mengenal kata produktivitas saja. Dari kesadaran yang ditimbulkan mengenai produktivitas maka perilakunya pun akan mulai berubah. Perubahan yang terjadi pun tidak perlu dilakukan secara frontal dan besar. Tapi bagaimana perbaikan itu terjadi secara alami namun terus berkelanjutan.

Kedua adalah membangun sebuah komitmen bersama baik itu dari top management sampai staf operasional. Hal ini penting karena kalau staf operasional sudah produktif namun ditingkat top management tidak produktif atau sebaliknya maka hasil yang didapat tidak akan maksimal. Dengan komitmen bersama, maka satu dengan yang lainakan saling memberi masukan, mengingatkan dan berdiskusi untuk mencapai tujuan bersama. Jadi tidak ada dikriminasi untuk berlaku produktif baik bagi staf sampai top management. Dalam suatu perusahaan keteladanan manajemen adalah sesuatu yang mutlak dilakukan sehingga jangan sampai muncul ungkapan ”manajemennya saja begitu ya kita ngikut aja”. Jadi kalau kita menghendaki perbaikan maka mulailah segala sesuatu itu dari diri kita pribadi dan orang akan melihat apa yang kita kerjakan.

Ketiga adalah membangun win-win condition. Memberikan penghargaan sesuai dengan apa yang dihasilkan. Artinya adalah apabila semua pihak sudah produktif dan mendapatkan hasil baik sesuai yang diharapkan maka semua pihak haris mendapatkan perhargaan yang sesuai dengan kontribusi yang diberikan. Jadi jangan sampai orang yang telah menunjukkan prestasinya mendapatkan penghargaan yang sama dengan yang biasa saja. Atau ketika semua pihak sudah produktif memberikan kontribusi besar sehingga menguntungkan perusaan /instansi tapi penghargaan yang diberikan sama saja seperti sebelumnya. Hal ini terkait bagaimana membangun hubungan Industrial/Hubungan kerja yang baik. Dan hal ini yang seringkali menjadi perselisihan mengenai penghargaan yang diberikan. Seperti di ketahui dengan methode penjumlahan dalam value added kita mengenal pajak, bunga bank, depresiasi, biaya tenaga kerja dan keuntungan. Yang menjadikan perselisihan dan menjadikan unmotivated antara tenaga kerja dan pemberi kerja adalah prosentase biaya tenaga kerja. Yang sering terjadi adalah untuk mendapatkan keuntungan yang besar maka seringkali biaya tenaga kerja ditekan. Karena pajak, bunga bank dan depresiasi telah mempunyai prosentase yang tetap maka prosentase yang bisa digeser adalah prosentase biaya tenaga kerja. Secara sekilas dan sesaat hal ini paling mudah dilakukan bagi para pemberi kerja dengan hasil yang besar.Tapi bila dikaji lebih jauh dampak yang dihasilkan adalah terjadinya overhead cost disetiap bagian. Tenaga kerja menjadi kehilangan semangat kerjanya. Mereka akan berpikir memberikan yang terbaik kepada perusahaan/institusi ataupun tidak akan  mendapatkan penghargaan yang sama saja. Dari sini akan menimbulkan banyak ketidak efisienan, ketidak efektifitasan dan dapat menurunkan kualitas. Ketidak teraturan tempat kerja yang akan menambah waktu proses dan meghambat kerja. Sebagai contoh peralatan yang dibiarkan berserakan. Ketidak beresan dan kerusakan mulai dibiarkan. Sebagai contoh olie yang menetes dari mesin akan dibiarkan dan dianggap sebagai hal biasa dan wajar. Konsentrasi kerja yang buyar karena sibuk mencari pendapatan sampingan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Atau ekstrimnya malah justru menggergoti perusahaan dengan melakukan korupsi kecil-kecilan. Maka yang terpenting adalah bukan menggeser prosentase biaya tenaga kerja tapi bagaimana berpikir dan bertindak secara bersama untuk membangun keuntungan yang lebih besar. Prosentase bisa sama saja, tapi bila keuntungan membesar maka yang didapat pun akan membesar. Hal ini memang membutuhkan kepercayaan dari tenaga kerja maupun pemberi kerja. Bila memang keuntungan yang dihasilkan bertambah maka akan ada penambahan gaji/fasilitas kepada staf, demikian juga sebaliknya. Keberlangsungan perusahaan/institusi tidak lagi menjadi tanggung jawab pemberi kerja namun menjadi tanggung jawab semua pihak. Keuntungan perusahaan / institusi adalah keuntungan bagi semua. Keberlanjutan nasib perusahaan/isntitusi juga merupakan keberlanjutan nasib dari semua pihak. Hal ini yang akan memacu semua pihak untuk produktif.

Keempat adalah adanya pengukuran/penilaian dan penghargaan. Pengkuran/penilaian perlu untuk dilakukan karena dengan hail dari pengukuran/penilaian tersebut bisa menjadi bahan evaluasi sejauh apa produktifitas telah dilakukan. Pengukuran bisa dilakukan untuk setiap individu, setiap bagian dan juga di tingkat perusahaan. Dari hasil pengukuran/penilaian yang ada bisa dilakukan pengambilan keputusan yang tepat. Namun jangan lupa setelah dilakukan penilaian harus ada penghargaan yang yang diberikan. Dari hal ini pula akan muncul suatu kompetisi untuk menghasilkan yang terbaik yang pada akhirnya akan menguntungkan bagi perusahaan/institusi itu sendiri.

Kelima adalah benchmark. Proses benchmarking perlu dilaksanakan di tingkat individu, bagian dan perusahan. Hal ini dimaksud untuk memberikan gambaran sejauh mana tingkat produktivitas dihasilkan. Apakah sudah maksimal atau ada yang perlu dan bisa untuk ditingkatkan. Dengan bencmarking bisa diketahui dimana letak kelebihan dan kekurangannya.

Pada akhirnya bila budaya produktivitas sudah terbentuk baik di tingkat individu, bagian atau perusahaan/institusi, maka secara alami dan natural akan terjadi perbaikan secara terus menerus dan akan menghasilkan keuntungan yang membesar. Sustainable dari perusahaan/institusi pun akan lebih terjamin.Segala methode yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas akan bekerja secara maksimal. Dan yang terjadi adalah hubungan industrial yang semakin baik sehingga keberadaan perusahaan/institusi akan benar-benar menjadi tanggung jawab bersama. (WKPnews_A.Hariri/@2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar